Sabtu, 28 September 2013

7 mata uang paling bermasalah

Informasi Halaman :
Author : Alip Hadi Mujiono, Staf Pengajar TIK di SMP NU 02 Dukuhturi Kabupaten Tegal.
Judul Artikel : 7 mata uang paling bermasalah
URL : http://kamisiapmembantumu.blogspot.com/2013/09/7-mata-uang-paling-bermasalah.html
Bila berniat mencopy-paste artikel ini, mohon sertakan link sumbernya. ...Selamat membaca.!

 

 

 




   7 Mata Uang Paling Bermasalah di Dunia, Salah Satunya Rupiah
 





Seperti dilansir dari Business Insider,
Senin (29/7/2013), nilai mata uang rendah membuat kepercayaan diri
penggunanya menghilang. Saat daya belinya berkurang, seringkali para
pengguna mata uang tersebut mencoba menekannya guna mendapatkan nilai
tukar asing yang stabil. Saat permintaan mata uang menguap, maka nilai
tukarnya terhadap asing pun melemah dan harga kebutuhan sehari-hari
melonjak.


Seiring berkembangnya proses ini, ekspektasi kemampuan
mata uang untuk mempertahankan daya belinya memburuk dan terjebak pada
pergerakan ekonomi yang salah. Pada kondisi ekstrem, pergerakan ekonomi
tersebut bisa berarti hiperinflasi dimana nilai inflasi berada di atas
50% per bulan. Kasus ini memang jarang terjadi, tapi hingga saat ini
sedikitnya terdapat 56 kasus hiperinflasi.

Mata uang yang pernah bermasalah dalam sejarah - Rupiah Indonesia

Krisis
 keuangan Asia pada akhir 1990-an melahirkan banyak mata uang
bermasalah. Rupiah Indonesia merupakan salah satu uang yang masuk ke
dalam lingkaran tersebut. Pada 14 Agustus 1997, setelah mata uang baht
dari Thailand mengalami kehancuran, nilai rupiah turun drastis. Hal
tersebut membuat Indonesia bergantung pada dana pinjaman Internasional
Monetary Fund (IMF).

Berbeda dengan prediksi IMF, nilai rupiah
tidak membaik. Nilainya justru melemah parah dari 2.700 per dolar
Amerika Serikat (AS) menjadi 16.000 pada waktu itu. Indonesia pun
terjebak dalam pusaran krisis Asia saat itu.

Pada akhir Januari
1998, Presiden Soeharto menyadari bantuan IMF yang tak berguna dan
menggunakan rencana kedua. Dalam agenda perubahan penanganan krisis
tersebut, rupiah menguat 28% terahadap dolar AS.

Kasus yang
terjadi di Indonesia terhitung unik, rupiah diperdagangkan bebas di
pasar bursa asing dengan tingkat nilai tukar yang menguat. Terlebih
maasalah nilai tukar mata uang yang muncul di bawah sistem moneter yang
membatasi konvertibilitas mata uangnya.

Lingkungan ekonomi ini
memberikan peluang bagi pasar gelap untuk menukar mata uang asing,
dimana mata uang dalam negeri yang diperdagangkan bebas akan menentukan
nilai tukarnya.

Ditambah lagi, pemerintah Soeharto yang terus
mempublikasikan data ekonomi setelah rupiah mengalami pelemahan akibat
inflasi. Di kebanyakan negara dengan mata uang yang melemah, kasus
serupa tak terjadi. Memang benar, sejumlah rezim di berbagai negara yang
 menderita inflasi terkenal menyembunyikan fakta terkait inflasi yang
dialaminya. Seringkali pemerintah membuat data inflasi sendiri guna
menyembunyikan masalah ekonomi yang dialaminya.

Nilai tukar mata
uang merupakan salah satu solusi masalah ini, Jika tersedia data nilai
tukar mata uang di pasar bebas, maka nilai inflasi dapat diprediksi.
Prinsip paritas daya beli (the principle of purchasing power parity/PPP)
 berubah tergantung nilai tukar mata uang dan perubahan harga. Maka
untuk menghitung nilai inflasi di negara-negara yang mengalami pelemahan
 nilai mata uang memnutuhkan teori ekonomi selama puluhan tahun yang
telah teruji.

Indonesia merupakan salah satu mata uang yang
melemah akibat inflasi dan telah menjadi bagian dari sejarah. Sementara
itu, masih ada enam negara yang saat ini tengah mengalami kehancuran
nilai mata uangnya.

Berikut keenam negara dengan mata uang yang tak tahan akan peningkatan angka inflasi tersebut:

1. Iran

Gagasan
 untuk menjalankan Troubled Currencies Project muncul di tengah krisis
inflasi Iran pada 2012. Pelemahan nilai tukar rial, Iran, merupakan
akibat dari beratnya sanksi pihak barat (Western)pada 2010. Nilai tukar
resmi rial terhadap dolar saat itu berbeda sangat tipis dengan nilai
tukar di pasar gelap. Sejak menerima dampak dari sanksi tersebut,
perbedaan nilai tukarnya terlihat menguat.

Iran sempat mengalami
penurunan permintaan mata uang terparah di awal September 2012 dan yang
kedua terjadi di pertengahan Oktober, saat nilai inflasinya mencapai
level hiperinflasi (lebih besar 50% per bulan).Dengan runtuhnya nilai
rial, terjadi juga peningkatan di pasar gelap.

Namun sejak itu, rial mulai stabil, meski nilai inflasinya masih meingkat. Nilai inflasi tahunan Iran berada di level 74,2%.

2. Korea Utara

Selama
 bertahun-tahun nilai tukar won terhadap dolar tak banyak berubah. Hal
tersebut menunjukkan kontrak devisa  dan sejumlah peraturan terkait
serta sanksi-sanksi keras terlah membuat nilai won melemah. Hal ini
merupakan hal yang sehat bagi pasar gelap.

Disfungsi moneter Korea
 Utara didampingi masalah inflasi parah. Pada 2009, pemerintahnya
mencoba mengatasi masalah tersebut dengan menerapkan program reformasi
mata uang seperti program redemonasi yang akan memangkas dua digit pada
nominal won saat ini.

Korea Utara diberikan setidaknya kurang dari
 dua minggu untuk menukar seluruh mata uangnya ke dalam pecahan
baru.Maka pemerintah membatasi kuantitas jumlah won lama yang bisa
ditukar dengan yang baru. Bagi para penduduk Korea Utara yang menyimpan
terlalu banyak mata uang, program redenominasi merupakan program
pemungutan pajak kekayaan secara efektif.

Kenyataannya, agak
mengejutkan saat reformasi mata uang menyebarkan kepanikan di kalangan
primitif Korea Utara, serta pasar-pasar barang dan jasa. Dengan
reformasi mata uang, permintaan mata uang asing dapat diakselerasi
sesuai dengan kebutuhan di pasar yang traansaksinya dilakukan dengan
uang tunai. Akibatnya, nilai won anjlok akibat pasar perdagangan gelap
mata uang.

Jadi apa yang terjadi pada tingkatan harga di Korea
Utara secara keseluruhan pasca reformasi? Data nilai tukar mata uang
pasar gelam memungkinkan munculnya prediksi nilai inflasi yang
tepat.Seperti kepanikan pada 2009 memicu lonjakan inflasi di Korea
Utara.

3. Argentina

Argentina sekali lagi
bergulat dengan musuh lamanya, inflasi. Saat ini tampaknya sejarah
inflasi di negara tersebut akan muncul kembali mengingat Argentina
tengah goyah akibat krisis mata uang berbeda. Kendali modal dan neraca
transaski yang tak seimbang ditambah sejumlah kebijakan anti bisnis
berakibat pada penekanan mata uang Argentina, peso.

Belakangan
ini, dalam pasar perdagangan gelap  nilai tukar peso terhadap dolar
tercatat sebesar 8,2, nilainya 34% lebih rendah dibanding nilai tukar
resmi. Jumlah ini mengakibatkan nilai inflasi tahunan sebesar 24,8%.

Untuk
 saat ini, dampak dari meningkatnya nilai inflasi secara resmi
disembunyikan oleh rezim price control (pengendalian harga) secara
besar-besaran di Argentina. Pengendalian harga merupakan ketentuan
pemerintah mengenai penetapan harga tertinggi suatu barang atau jasa
untuk mencegah kenaikan harga barang atau jasa tersebut.

Namun
langkah tersebut tak bisa bertahan dalam waktu lama. Pengendalian harga
dalam jangka pendek ini hanya akan mendistorsi realitas ekonomi yang
menyebabkan kelangkaan mata uang.

4. Venezuela

Venezuela
 juga bergantung pada pengendalian gina menekan masalah inflasinya,
hasilnya pun sama menyedihkannya. Meski berperan sebagai negara kaya
minyak, program belanja sosial di masa Chavez secara besar-besaran terus
 mengganggu keseimbangan ekonomi pemerintah, termasuk juga pendapatan
dalam bentuk dolar terdenominasi di perusahaan minyak negara, PDVSA.
Untuk mengisi kekosongan ini, bank sentral Venezuela telah menjalankan
peningkatan nilai mata uang, mengurangi nominal mata uangnya, bolivar.

Langkah
 ini menyebabkan lonjakan inflasi, di negara yang sudah tak kaget lagi
dengan tingkat inflasi tinggi. Nilai tukar bolivar terhadap dolar di
pasar perdagangan mata uang gelap bernilai 34,42, membuat selisish 80,6%
 dengan nilai tukar resminya. Hal ini membuat tingkat inflasi tahunannya
 sebesar 249,3%.

5. Mesir

Di bawah
pemerintah President Mursi dan sistem syariah, kondisi ekonomi di Mesir
terus memburuk. Pengendalian modal dan harga telah menyebabkan
kelangkaan dan penurunan nilai mata uang Mesir, pound. Akibanya para
penduduk Mesir menyaksiskan inflasi mengacaukan standar biaya hidupnya.
Pengendalian tersebut menyebabkan kelangkaan mata uang asing dan banyak
barang lain seperti bensin. Dalam menghadapi kebijakan syariah yang
keliru, statistik harga dan inflasi resmi semakin jauh dari realias.
Selain itu pasar gelap menjadi sumber dukungan materi yang tak bisa
disediakan pemerintah.

Kisah gagalnya ekonomi Mesir merupakan mata
 uang yang bermasalah dan masalah inflasi yang terjadi bersamaan. Pada 1
 Juli 2013 (sebelum Mursi lengser), tingkat inflasi tahunan di Mesir
sebesar 27,1%. Jumlah tersebut tiga kali lebih tinggi dibanding tingkat
inflasi tahunan yang dilaporkan pemerintah sebelumnya.

6. Suriah

Perang
 sipil dan sanski ekonomi telah menghancurkan perekonomian negara. Dala
upayanya mengalahkan sanksi-sanksi barat dan menyelamatkan mata uangnya,
 rezim Assad, dengan bantuan Iran, Rusia, dan China, mulai menjalankan
seluruh bisnisnya menggunakan, rial, ruble dan renminbi.

Keputusan
 ini melengkapi pernjanjian sebelumnya antara Suriah dan sekutunya yang
berusaha menjaga ekonomi Suriah khususnya dalam kebutuhan hidup
sehari-hari. Langkah ini juga mencakup pengiriman uang sejumlah US$ 500
juta per bulan dalam bentuk minyak dan arus kredit tak terbatas dengan
Tehran untuk impor produk minyak dan makanan.

Menurut Perdana
Menteri Suriah, Kadri Jamil mengungkapkan, dukungan pasokan kebutuhan
sehari-hari tersebut penting karena ekonomi negara tersebut tengah
hancur. Kekacauan ekonomi tersebut akibat upaya AS dan Inggris untuk
menenggelamkan pound Suriah.

Dalam keputusasaan, upaya yang
keliru untuk menyelamatkan mata uangnya yang terkena imbas inflasi,
rezim Assad mengenakan penalti keras untuk perdagangan mata uang di
pasar gelap. Strategi ini terbukti gagal dan dimanfaatkan oleh Iran pada
 Oktober 2012.

Dengan kondisi ekonomi seperti itu, nilai inflasinya diprediksi mencapai 29,1%.

Saat
 ini Suriah tengah mengalami tingkat inflasi sebesar 68% per bulan.
Artinya negara ini telah melebihi standar (nilai inflasi 50% per bulan)
dan mengalami hyper inflasi. Hingga saat ini tak ada kepastian nilai
mata uang Suriah bisa kembali membaik.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di www.roomantik.com

0 komentar:

Posting Komentar